Cari Blog Ini

Senin, 25 Januari 2016

APAKAH BENAR BID'AH ITU (Semua) SESAT ?



APAKAH BENAR BID’AH ITU SESAT ?



بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala Puji hanya milik Allah swt Rabb semesta alam. Yang dengan Sifat Rahman-Nya semua makhluk dimuka bumi merasakan nikmat kehidupan yang tak mungkin bisa kita hitung dari awal hingga akhir kita hidup. Salawat beriring salam semoga selalu tercurahkan dan limpahkan kepada junjungan kita semua,kekasih Allah,makhluk termulia dari sifat dan pribadinya,baik dzahir maupun batinnya,pemberi syafaat kelak diakhirat dengan Izin-Nya,Al-Musthofa SayyidinaWanabiyina Wamaulana Muhammad Saw. tak lupa untuk keluarga,sahabat,dan kita umatnya hingga akhir jaman. Semoga kita selalu ada dalam umat yang beliau saw rindukan. Aamiin Allahumma aamiin.

Dewasa ini,banyak sekali kita dapati sebagian golongan yang menebarkan rasa “permusuhan”. Hanya karena berbeda pandangan tentang suatu amalan-amalan sunah,mereka berani menghakimi bahkan mencap Ahli Bid’ah hingga menganggap kafir. Naudzubillah.

Melalui halaman ini,sedikit ingin saya sampaikan tentang tata cara pengambilan suatu hukum dalam Islam untuk mengtahui hukum suatu amalan atau ibadah yang dilakukan di masayarakat. Tulisan ini saya ambil dariSumber: Fanpage Nashrul Mukmin yang beliau tulis pada 23 Januari 2016 pukul 22.16 WIB.
Semoga memalui penjelasan beliau Allah berikan kita taufik dan hidayah agar kita tidak mudah menuduh sesama muslim dengan sebutan-sebutan yang tak pantas bahkan berani mencap kafir. Semoga mereka yang masih keras hatinya dalam beragama Allah lembutkan hingga mereka dapat memahami kebenaran dan kebaikan-kebaikan yang terkandung dalam agama ini.

Kita tentu sering atau pernah mendengar atau pernah membaca ungkapan-ungkapan berikut ini:
”Itu Bid’ah,karena Rasulullah Saw. tidak pernah mengerjakannya !” ”Itu salah,karena Rasulullah Saw. tidak pernah melakukannya !” ”Itu sesat,karena Rasulullah Saw. tidak pernah memperbuatnya !”
Ungkapan tersebut seakan menjadi dalil ijmali,yaitu dalil yang berlaku umum untuk segala hal. Ungkapan tersebut tidak diungkapkan sebagai dalil tafsili (dalil yang hanya berlaku secara spesifik untuk hal-hal tertentu saja). Ungkapan tersebut biasa diperkuat dengan dalil ”bahwa segala sesuatu yang tidak Rasulullah Saw. perbuat adalah bid’ah,dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap yang sesat masuk neraka.” Benarkah demikian ?

Untuk mengetahui benar dan salahnya dari ungkapan tersebut,mari kita periksa dan teliti lebih cermat lagi.
Pertama Kajian dari Aspek Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an Allah Swt. Berfirman :

مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧
7. “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”
Ternyata ayat Al-Qur’an memerintahkan meninggalkan apa yang Rasulullah Saw. larang,bukan yang Rasulullah Saw. tidak perbuat.

Kedua Kajian dari Aspek As-Sunnah
Dari Mu’adz bin Jabal,bahwasanya Rasul Saw. ketika mengutusnya ke Yaman bertanya kepada Muadz:
”Bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dibawa kehadapanmu ?” ”Saya akan memutuskannya menurut yang tersebut dalan Kitabullah.”Kata Mu’adz.
Nabi Saw. bertanya lagi:”Kalau engkau tidak menemukannya dalam kitabullah,bagaimana ?”
Jawab Mu’adz :”Saya akan memutuskannya menurut Sunnah Rasul.“
Nabi Saw. menanya lagi:”Kalau engkau tak menemui itu dalam Sunnah Rasul,bagaimana ?”
Mu’adz menjawab:”Ketika itu saya akan ber-ijtihad,tanpa bimbang sedikitpun.”
Mendengar jawaban seperti itu Nabi Muhammaad Saw. meletakkan tangannya ke dadanya dan berkata :
”Semua puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulullah sehingga menyenangkan hati Rasu-Nya.”
(HR. Imam Tirmidzi dan Abu Daud - sahih Tirmidzi juz II,hal.68-69 dan Sunnah Abu Daud juz III – halaman 303).
Dari Hadist tersebut dapat kita pahami bahwa,dalam menentukan suatu hukum ada beberapa tahapan yang harus ditempuh:


1. Merujukn kepada Kitabullah,yaitu Al=Qur’an
2. As-Sunnah,yaitu dari segi fi’liyyah,qouliyyah dan taqririyyah Rasulullah Saw.
3. Ijtihad,yaitu sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadist secara Qoth’i dengan syarat menggunakan akal sehat dan juga pertimbangan matang yang dilandasi dengan ilmu yang mumpuni.

Imam As-Syafi’i Rahimahullah yang mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Ushul Fiqh dan sebagai Nashir ul-Hadist (Pembaca Hadist) pernah menegaskan :
”Seseorang tidak boleh memberi fatwa dalam agama Allah Swt kecuali dia mengetahui keseluruhan Al-Qur’an dan ilmu-ilmunya seperti Nasikh dan Mansukh,ayat Muhkam dan Mutasyabih,Ta’wil dan Tanzil,ayat Makiyah dan Madaniyah. Dia juga perlu mengetahui tentang Hadist-hadist Nabi Saw.,serta ilmu-ilmunya (‘ulumul hadist) seperti Nasikh dan Mansukh,dan lain-lain. Setelah itu,dia juga perlu menguasai Bahasa Arab,Sya’ir-sya’ir Arab,dan Sastra-sastranya (karena Al-Qur’an dan Hadist dalam Bahasa Arab dan mangandung kesasteraannya). Setelah itu,dia juga perlu mengetahui perbedaan Bahasa Arab dikalangan setiap ahli masyarakat Arab. Jika dia sudah menguasai keseluruhan perkara-perkara tersebut,barulah dia layak memberi fatwa mengenai halal dan haram. Jika tidak,dia tidak layak untuk memberi fatwa.”
<”Al-Faqih wal Mutafaqqih” Al-Khatib Al-Baghdadi)

Dengan demikian,maka segala bentuk amaliah ibadah yang belum ditemukan adanya dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah secara Qoth’i tidak lantas menjadi sesat,terlarang atau bid’ah,tapi harus diputuskan melalui ijtihad.

Ketiga Melalui Aspek Kenyataan Hidup
Akan kita temukan suatu kenyataan dalam kehidupan kita bahwa banyak hal amaliah yang kita lakukan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw. diantaranya :
# Kegiatan memperingati Nuzulul Qur’an,Maulid Nabi Saw.,Isra Mi’raj,Halal bi Halal ,dll.
# Shalat Tarowih secara berjamaah selama satu bulan penuh di masjid
# Adzan dua kali pada Shalat Jum’at
# Membaca Kitab Barzanji,Manaqib,dll.
# Zakat Profesi
# Dan Masih banyak lagi

Bila berpedoman bahwa setiap yang tidak dilakukan Rasulullah Saw. sebagai ijmali (berlaku umum pada berbagai hal). Maka beberapa amaliyah yang telah disebutkan di atas akan menjadi sesat,syirik,kufur,bid’ah dlolalah atau haram,dengan alasan karena tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw.,maka bayangkan berapa banyak hal lain yang juga tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw.

Keempat Kajian dari Aspek Qaidah Ushul dan Qaidah Fiqh Kita akan temukan bahwa tidak melakukan sesuatu (at-tarku) tidaklah menunjukan haram (at-tarku la yadullu ‘alat tahrim),bahkan at-atarku tidaklah dipandang sebagai dalil (at-tarku laisa bidalilin). Yang akan kita temukan sebagai petunjuk atau dalil haram adalah larangan (an-nahyu yadullu ‘alat tahrim atau Al-aslu fin nahyi at-tahrim).

Dengan keempat sudut pandang tersebut,,tidak ada satupun yang mendukung bahwa “Rasulullah Saw. tidak melakukannya” sebagai dalil yang menunjukkan kalau hal tersebut sebagai haram,sesat,syirik,kufur atau bid’ah dlolalah”. Bahkan tidak ada yang mendukung bahwa sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw. sebagai sebuah dalil untuk menentukan larangan atau keharamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,

mengatakan sesuatu itu haram,sesat,syirik,kufur atau bid’ah dlolalah dengan dalil (alasan) bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah mengerjakannya adalah merupakan suatu tindakan yang tidak benar dan tidak memiliki landasan yang qoth’i dalam agama.


Wallohu a’lam bi showwab. Semoga Allah senantiasa menuntun kita dengan Taufik dan Hidayah-Nya dan menjaga kita dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat memecah belah persatuan umat.

KEUTAMAAN DALAM SHALAT (Bagian II)




Keutamaan-Keutamaan yang Terkandung Dalam Shalat (Bagian II)

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah pemilik langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Junjungan kira Al-Musthofa Rusulillah Muhammad Saw. tak lupa kepada keluarganya,sahabatnya,ulama-ulama terdahulu serta kita sebagai umatnya.

Pada bagian pertama tentang keutamaan-keutamaan shalat,kita sudah sedikit membahas tentang Keutamaan menyempurnakan Rukun-rukun Shalat serta keutamaan shalat berjamaah yang terangkum dalam beberapa Hadist Nabi Saw.,perkataan sahabat,maupun ulama-ulama terdahulu. Kini sedikit saya akan sampaikan Firman Allah melalui ayat-ayat-Nya ataupun beberapa Hadist Nabi Saw.,sahabat,maupun ulama-ulama terdahulu yang terangkum dalam buku RAHASIA SHALAT karya Muhammad Al-Baqir yang merupakan bagian dari mahakarya Imam Ghazali dalam karangannya yang sangat terkenal Ihya ‘Ulum Al-Din.

KEUTAMAAN SUJUD
Rasul Saw. bersabda:”Tak seorang Muslimpun bersujud untuk Allah Swt. melainkan pasti dia mengangkat kedudukannya satu derajat dan mengugurkan darinya satu dosa kejahatan.”(HR. Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit. Muslim meriwayatkan Hadist yang hampir sama maknanya)
Diriwayatkan seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw.,”Doakanlah untukku,agar aku termasuk diantara orang-orang yang kelak akan memperoleh syafaatmu dan agar Allah memberiku kesempatan untuk menemanimu di surga.”Jawab Beliau Saw.,”Bantulah aku dengan memperbanyak sujud.”(HR. Muslim dan Thabrani)
”Saat seorang hamba dalam keadaan terdekat kepada Allah Swt. ialah ketika dia sedang bersujud (itulah makna firman Allah:bersujud dan dekatkanlah dirimu.(Q.S. Al-‘Alaq[96]:19)(HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Firman Allah Swt.:”Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka,dan bekas sujud.”(Q.S. Al-Fath[48]:29) Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bagian muka mereka yang menempel pada tanah ketika bersujud. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah perasaan khusyuk yang memancar dari dalam diri manusia ke permukaan wajahnya. Pendapat inilah yang lebih benar. Namun,ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sinar yang memancar kelak pada hari kiamat dari anggota tubuh yang biasa tersentuh air wudhu.
Sabda Nabi Saw.,”Bila seseorang membaca ayat sajadah (Ayat Al-Qur’an yang didalamnya ada perintah bersujud) lalu dai sujud,setan akan berpisah darinya,seraya meraung dan berkata:’Celaka aku. Orang ini diperintah agar bersujud,lalu iapun sujud dan beroleh surga sebagai ganjarannya. Sedangkan aku diperiintahkan agar bersujud,tetapi membangkang dan beroleh neraka sebagai hukumannya.”(HR. Imam Ahmad,Muslim,dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Berkata Abu Hurairah: ”Saat seseorang sedang bersujud adalah saat paling dekat Kepada Allah. Oleh sebab itu perbanyaklah doa oleh kalian ketika itu.”(HR. Muslim,Abu Daud,dan Nasa’i dengan susunan kata yang sedikit berbeda)
Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz Ra. Setiap kali bersujud selalu diatas tanah (yakni langsung tanpa penghalang apapun).
Berkata Yusuf bin Asbath: ”Hai para Pemuda,gunakanlah peluang ketika sedang sehat sebelum sakit. Kini,tiada lagi orang yang aku merasa iri kepadanya,selain orang yang masih mampu melakukan ruku’ dan sujud secara sempurna,sedangkan aku sekarang terhalang dari melakukannya secara demikian.”
Berkata Uqbah bin Muslim,”Tak satupun perangai manusia lebih disukai Allah daripada seseorang yang sangat ingin berjumpa dengan-Nya,dan tak ada saat bagi seseorang untuk lebih dekat Kepada Allah daripada ketika dia bergerak menuju sujud.”(HR. Abu Daud,Tirmidzi,dan Nasa’i)
Berkata Said bin Jubair,”Aku tak merasa sedih kehilangan sesuatu dari dunia ini,kecuali karena aku kini tidak lagi mampu bersujud.”


KEUTAMAAN KHUSYUK
Bersabda Nabi Saw.,”Barangsiapa shalat dua rakaat,didalamnya dia tidak berbicara sedikitpun dengan hatinya tentang soal-soal dunia,niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,”(HR. Ibnu Abi Syaiabah dalam bukunya Al-Mushannaf. Dalam kitab sahih Bukhori Muslim,terdapat riwayat dari Usman dengan sedikit tambahan)
Sabda Nabi Saw. dalam salah satu pesannya,”Bila kamu shalat,jadikanlah itu seolah-olah shalat yang mengucapkan selamat tinggal.”(HR. Ibnu Majah,Al-Hakim,,Al-Baihaqi,dan Ibnu Abi Hatim)
Berkata Aisyah Ra. ”Sering kali Rasulullah Saw. bercakap-cakap dengan kami,tetapi bila waktu shalat telah tiba,seakan-akan dia tidak mengenal kami,dan kami pun tak mengenalnya disebabkan seluruh perhatiannya tertuju pada keagungan Allah Swt.”(HR. Al-Azdi diantara Hadist-hadist yang lemah)
Pernah Rasulullah Saw. melihat seorang laki-laki mempermainkan janggutnya ketika sedang shalat. Beliau pun bersabda,”Sekiranya hati orang in khusyuk,niscaya khusyuk pulalah tubuhnya.”(HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah dengan sanad lemah. Berkata Al-‘Iraqy,”ini adalah ucapan Said bin Mushayyab)
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib Ra. Ketika tiba saat shalat,tubuhnya gemetaran dan wajahnya berubah. Ketika ditanyakan mengenai hal itu,dia menjawab,”Telah tiba waktu untuk pelaksanaan amanat yang ditawarkan oleh Allah pada langit,bumi,dan gunung-gunung. Mereka semua menolaknya karena khawatir tidak dapat memikulnya,tetapi aku kini memikulnya.”(Dalam beberapa tafsir disebutkan bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam Al-Qur’an ialah shalat. HR. Ibnu Majah,Ibnu Hibban,Bukhori,Muslim dan Tirmidzi dari Ubaidullah bin Aswad)

Diriwayatkan bahwa Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Ra. Apabila selesai berwudhu wajahnya berubah pucat pasi. Pernah keluarganya menanyakan hal itu kepadanya,”Mengapa anda seperti itu apabila selesai berwudhu ?” Jawabnya,”Tidakkah kalian tahu,dihadapan siapa aku akan berdiri ?”
Hatim Al-Asham,ketika diminta untuk melukiskan shalatnya berkata,”Bila datang waktu shalat,aku berwudhu dengan sesempurna mungkin,pergi ketempat shalatku,dan duduk disitu sampai tenang seluruh anggota tubuhku. Setelah itu aku bangkit dan memulai shalatku. Kujadikan Ka’bah diantara kedua mataku,shirath dibawah telapak kaki ku,surga disisi kanan ku,neraka disisi kiri ku,dan malaikatul maut dibelakang ku. Kuperkirakan ini sebagai shalatku yang terakhir dan aku pun berdiri diantara harapan dan kecemasan. Aku bertakbir dengan hati mantap,dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil,kemudian aku mulai ruku’dengan hati merunduk,dan bersujud dengan penuh khusyuk,duduk diatas bagian tubuhku sebelah kiri,menjadikan punggung kaki ku sebagai alas,sambil menegakkan kaki kananku diatas ibu jarinya. Kuikuti itu semua dengan penuh keikhlasan dan setelah itu aku pun tak tahu,apakah shalatku diterima atau tidak ?”

Berkata Abdullah bin Abbas,”Dua rakaat yang sedang-sedang saja panjangnya,dengan diiringi tafakur adalah lebih utama daripada tahajud semalam suntuk,sementara hati dibairkan lalai.”


KEUTAMAAN MASJID DAN TEMPAT SHALAT


Firman Allah Swt: “Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir sajalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah.”(Q.S. At-Taubah[9]:18)
Sabda Nabi Saw.,”Barangsiapa demi keridhaan Allah membangun sebuah masjid,walaupun seluas sarang burung merpati,niscaya Allah akan membangunkan baginya istana disurga.”(HR. Ibnu Majah,Ibnu Hiban. Juga diriwayatkan oleh Bukhori-Muslim dan Tirmidzi dari Ubaidullah bin Aswad)
”Apabila seseorang dari kamu memasuki masjid,hendaknya dia shalat dua rakaat sebelum duduk.”(HR. Imam Ahmad,Bukhori,Muslim,Tirmidzi,Abu Daud,dan Nasa’i dari Abu Qatadah)
”Malaikat bershalawat (memohonkan rahmat dan ampunan bagi setiap orang dari kamu,selama dia seusai shalat masih ditempat shalatnya itu. Para malaikat itu berdoa: ‘Ya Allah,limpahkanlah rahmat dan ampunan-Mu’. Demikian itu terus-menerus selama dia belum batal wudhunya,ataupun keluar meninggalkan maasjid.”(HR. Bukhori dari al-A’masy)

”Akan datang suatu masa,ketika sebagian manusia mengisi pembicaraan mereka di masjid-masjid mereka dengan urusan-urusan dunia mereka. Oleh karena itu,janganlah kalian ikut duduk-duduk bersama mereka. Sebab Allah Swt tak merasa perlu memandang kearah mereka.”(HR. Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud dan Al-Hakim dari Anas)
”Bila kamu melihat seseorang yang biasa duduk dan mengunjungi masjid-masjid,saksikanlah dia sebagai orang yang beriman.”(HR. Tirmidzi,Ibnu Majah,dan Al-Hakim dari Hadist Abu Said)
Berkata Anas bin Malik,”Barangsiapa menerangi masjid dengan sebuah lampu,malaikat dan para pemikul ‘Arsy akan memohonkan ampunan baginya selama lampu itu masih menerangi masjid.”
Berkata Atha’ Al-Khurasani,”Tidak seorangpun bersujud kepada Alla satu kali sujud diatas suatu tempat dibumi ini,kecuali tempat itu akan bersaksi untuknya pada hari kiamat dan menangisinya pada hari dia wafat.”
Berkata Anas bin Malik,”Tidak sepotong tanah pun yang seseorang mengingat Allah dengan zikir atau shalat diatasnya,kecuali tanah itu akan membanggakan dirinya atas bagian-bagian lain dari bumi sekitarnya. Ia akan merasa senang dengan zikir Kepada Allah yang dilakukan di atasnya sampai ketujuh lapis bumi. Dan,tidak seorang manusia pun berdiri untuk shalat,kecuali tanah dibawahnya akan menghias diri baginya.”

Demikianlah sedikit keutamaan-keutamaan dari Sujud,Khusyuk,Masjid dan Tempat Shalat. Semoga keterangan yang sedikit ini dapat memotivasi untuk diri pribadi khususnya dan para pembaca umumnya, agar sama-sama lebih mendekatkan diri lagi Kepada Allah Rabb semesta alam dan mengikuti apa yang Rasul Saw. ajarkan.
Masih banyak lanjutan dari buku ini yang Insya Allah sangat bermanfaat untuk kita semua. Semoga Allah Swt. pemilik jiwa ini masih memberikan umur untuk hamba agar bisa melanjutkan keterangan-keterangan yang termuat dari rangkaian kitab Ihya ‘Ulum Al-Din karya Al-Imam Gazali.

Senin, 18 Januari 2016

Keutamaan Shalat (Bagian I)


Dalam buku Rahasia Shalat karya Muhammad Al-Baqir yang merupakan Terjemahan dari Ihya ‘Ulum Al-Din karya Hujjatul Islam Al-Imam Ghazali banyak dibahas tentang hadist Nabi Saw. maupun para sahabat dan ulama-ulama salaf tentang keutamaan yang terkandung dalam shalat. Tanpa panjang lebar,marilah kita simak Hadist Nabi Saw. perkataan sahabat maupun ulama tentang hikmah shalat :


Hadist Nabi Saw.”Shalat-shalat fardhu adalah penghapus dosa-dosa kecil (shagir) yang dikerjakan diantara waktu-waktu itu,selama tidak ada dosa-dosa besar (kabir) yang dikerjakan.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah,juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Muslim,dan Tirmidzi dengan perbedaan susunan kata-kata)
”Kunci surga ialah Shalat”.(HR. Abu Daud,Tirmidzi,Imam Ahmad,dan Baihaqi) ”Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sebuah sungai berair tawar yang berada dihadapan pintu seseorang dari kamu. Dia mandi didalamnya lima kali sehari. Adakah menurut pendapat kamu,akan tinggal kotoran (daki)pada tubuhnya ?” Para sahabat menjawab,”Tidak sedikitpun akan tertinggal padanya.” Lalu Rasul Saw. Bersabda,”Shalat lima kali sehari akan menghilangkan dosa-dosa,seperti air tersebut menghilangkan kotoran dari tubuhnya.”(HR. Imam Ahmad,Ad-Darimi,Muslim,dan Ibnu Hibban)
Berkata sebagian ulama,”Perumpamaan seseorang yang shalat adalah seperti pedagang. Tidak akan memperoleh laba,kecuali dia menyediakan modal untuk dagangannya itu. Demikian pula seseorang yang mengerjakan shalat,tidak akan diterima shalat sunnahnya samapi dia melaksanakan shalat fardhunya.”
Adakalanya,Abu Bakar r.a. berkata pada saat tiba waktu shalat,”Bangkitlah sekarang untuk memadamkan api (dosa-dosa) yang kalian nyalakan.”


 Keutamaan Menyempurnakan Rukun Shalat

Rasul saw. bersabda,”Perumpamaan shalat fardhu adalah seperti neraca. Barangsiapa mencukupkannya,akan menerima takaran (pahala) yang cukup pula.”
Berkata Yazid Ar-raqqassyi,”shalat Rasulullah saw. selalu serupa kesempurnaannya,seolah-olah ditimbang dengan saksama.”
”Sejahat-jahat pencuri ialah orang yang mencuri shalatnya (yakni tidak menyempurnakan ruku’,sujud,dan khusyuknya.”(HR. Imam Ahmad dan Al-Hakim dari Abu Al-Anshari. Demikian pula Imam Malik dalam kitab A-Muwath-tha,serta Abu Daud dan Ahmad,Abu Ya’la,dan lainnya.)
”Pada hari kiamat kelak,Allah Swt. Tidak akan menerima shalat seseorang yang tidak meluruskan tulang punggungnya (berdiri tegak) antara ruku’ dan sujudnya.”(Dirawikan Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abi hurairah dengan sanad Sahih)


 Keutamaan Shalat Berjamaah

Rasulullah saw. bersabda,”Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian,yakni dua puluh tujuh tingkatan (derajat).”,(HR. Malik,Ahmad,Bukhori,Muslim,Tirmidzi,dan An-Nasa’i)
Usman meriwayatkan secara marfu’(yakni dia menisbahkan ucapan ini kepada Nabi Saw.)”Barangsiapa menghadiri shalat jamaah isya (di masjid),seakan-akan dia bertahajjud setengah malam,dan barangsiapa menghadiri shalat jamaah subuh,seakan-akan dia bertahajjud semalam suntuk.”(HR. Muslim dan Tirmidzi)
Berkata An-Nakhai,”perumpamaan seorang yang mengimami shalat tanpa ilmu yang dimilikinya adalah seperti seorang yang menakar air dalam lautan. Dia tidak akan mengetahui lebih atau kurangnya.”
Diwirayatkan,Maimun bin Muhran datang kemasjid,lalu dikaatakan kepadanya,”Orang-orang telah selesai shalat.” Maimun mengeluh,”Inna Lillahi Wa inna ilaihi roji’un. Sungguh,shalat ini lebih aku sukai daripada memperoleh jabatan sebagai wali negeri Irak.”
Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa yang mengerjakan shalat-shalatnya selama empat puluh hari dalam jamaah,tidak ketinggalan satu takbirotul ihram pun,Allah Swt. Akan menuliskan baginya dua kebebasan: Kebebasan dari kemunafikan dan kebebasan dari api neraka.”(HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Dikatakan,kelak pada hari kiamat,ada sekelompok orang yang dibangkitkan dalam keadaan wajah mereka laksana bintang gemerlapan. Malaikat akan bertanya pada mereka,”Apa gerangan amal-amal kalian ?” mereka pun menjawab,”Kami dahulu apabila mendengar adzan,segera bangkit untuk berwudhu,tak suatu pun menyibukkan kami daripadanya.”
Kemudain,akan dibangkitkan sekelompok lainnya,wajah mereka laksana bulan purnama,dan setelah ditanya,mereka akan berkata.”Kami selalu berwudhu sebelum masuk waktu shalat.”
Kemudian,dibangkitkan pula sekelompok lainnya,wajah mereka laksana matahari,dan mereka akan berkata,”Kami selalu mendengar azan didalam masjid.”

Demikianlah sedikit tentang keutamaan yang ada dalam shalat. Insya Allah akan saya baut kembali sambungan dari keutamaan tentang shalat bagian tentang keutamaan sujud,keutamaana khusyu’,dan keutamaan Masjid dan Tempat Shalat.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk selalu berada dalam Nikmat-Nya yang besar,yaitu nikmat iman dan islam juga nikmat sehat wal afiat agar diri ini selalu bersyukur atas semua Nikmat yang Diberi-Nya.